OpinikuPolitik

Kekerasan Hukum

Kekerasan Hukum

 

Assalamualaikum wr.wb

Salam Pergerakan

Insyaallah kalau tidak ada halangan atau tidak ada sesuatu yang lain, awal pekan depan sudah diperbolehkan lagi kunjungan keluarga dan para sahabat. Sebulan tidak dikunjungi keluarga dan para sahabat sungguh terasa sebagai kehilangan sesuatu yang besar dan terus terang terasa sangat lama. Waktu rasanya berputar sangat lambat. Begitulah rasa terasing atau teralienasi dari pergaulan dengan keluarga dan para sahabat. Secara kelakar bisa dikatakan “sakitnya terasa di sini”.

Sementara minggu ini ada kawan yang akan pindah ke Bandung, tepatnya Lapas Sukamiskin. Kawan-kawan menyebutnya sebagai Apartemen Suka. Siapa dia? Tidak lain adalah Teddi Renyut, pengusaha muda asal Sorong yang tersangkut perkara suap dengan Bupati Biak Numfor. Kabarnya Sang Bupati juga akan pergi ke Apartemen Suka pada waktu yang bersamaan. Keduanya sudah dinyatakan berstatus hukum inkraach, berkekuatan hukum tetap. Atau vonis pengadilan tingkat pertama keduanya menyatakan menerima dan JPU juga tidak banding. Selesai sudah perkaranya dan harus dieksekusi ke Sukamiskin. Inilah saat yang ditunggu Teddi Renyut, segera bisa keluar dari tahanan KPK yang dikelola dengan cara-cara yang khusus bin spesial. Teddi Renyut merasa keluar dari neraka. Wajahnya berseri dan penuh dengan senyum. Tentu saja senyuman itu penuh arti. Sejauh yang saya tahu, tidak ada yang tidak gembira kalau tahanan KPK diberi aba-aba untuk pergi ke Sukamiskin. Intinya akan memasuki suasana Lapas yang dikelola secara lebih manusiawi  dan memperhatikan hak-hak narapidana dan tahanan. Makanya ada istilah Apartemen Suka. Bukan berarti mereka bahagia pergi ke Sukamiskin, tetapi lebih merupakan ekspresi gembira karena sudah bisa keluar dari suasana penuh tekanan di Rutan KPK.

Dalam konteks itu ada yang ironi. Kepada yang sudah terbukti secara hukum bersalah dan di masukkan ke dalam Lapas mendapatkan perlakuan sebagai orang-orang yang dibina layaknya persiapan untuk kembali ke tengah-tengah pergaulan normal di masyarakat. Sementara kepada yang dalam status tersangka atau terdakwa yang ditahan di Rutan KPK dan belum terbukti secara hukum bersalah malah mendapatkan modal perlakuan yang lebih tidak manusiawi dibandingkan dengan orang yang sudah terbukti bersalah. Apakah kondisi yang ironi ini dianggap penting ? Saya tidak tahu. Karena apapun yang dilakukan KPK dianggap sebagai kebenaran dan karena itu harus didukung dan dipuji.

Saya sendiri sedang menyelesaikan memori banding yang akan dikirim ke Pengadilan Tinggi. Insyaallah pekan depan sudah bisa selesai. Intinya tentu keberatan atas putusan Majelis Hakim pengadilan tingkat pertama yang abai terhadap fakta-fakta hukum dan memalingkan muka dari spirit keadilan. Sebagian putusan memang sudah memperhatikan fakta-fakta hukum yang tergelar di persidangan, tetapi sebagian lain yang sangat penting nyata-nyata disepelekan dan justru malah mengambil cerita fiktif, imajinasi dan fitnah sebagai pertimbangan dalam membuat putusan. Adalah wajib melakukan banding atas putusan yang abai terhadap keadilan dan malah mencerminkan kekerasan hukum.

Kekerasan hukum tidak bisa dilawan dengan kekerasan. Perlawanan yang legal dan bermartabat adalah lewat upaya hukum lanjutan. Kita diwajibkan untuk melakukan ikhtiar dan atas kewajiban ikhtiar itulah saya melakukan banding dengan menyampaikan memori banding yang disiapkan sebaik mungkin. Semoga bisa dibaca secara lebih jernih dan komprehensif oleh Majelis Hakim banding. Kalau saya berharap ada putusan yang lebih adil pada Pengadilan Tinggi, bukan berarti tidak menghormati Majelis Hakim pengadilan tingkat pertama. Bukankah keadilan harus ditegakkan meskipun langit runtuh? Saya menghormati semua pihak: penyidik, jaksa dan hakim pengadilan tingkat pertama, tetapi memperjuangkan keadilan adalah kewajiban saya sebagai manusia dan warga negara.

Mohon doanya. Semoga Gusti Allah menunjukkan jalan menuju keadilan. Amin

Salam Keadilan,

Wassalamualaikum wr.wb

051114

Anas Urbaningrum

Catatan: Surat ini disalin ADMIN dari tulisan tangan Mas Anas yang dititipkan kepada Lawyer.

Anas Urbaningrum

Dr. H. Anas Urbaningrum, S.I.P., M.Si. (lahir 15 Juli 1969) adalah Ketua Presidium Nasional Perhimpunan Pergerakan Indonesia yang dideklarasikan pada 15 September 2013. Sebelumnya, ia adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat dari 23 Mei 2010 hingga menyatakan berhenti pada 23 Februari 2013.[1]

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button