Dasar Sikap

Dasar Sikap
Pelantikan sudah, salam-salaman sudah, sekarang saatnya pemerintah bekerja. Di depan mata, apalagi kalau bukan soal BBM. Wapres Jusuf Kalla @Pak_JK menyatakan, pokoknya bulan ini (November) BBM bersubsidi harus naik. Sebelumnya, Menko Perekonomian Sofyan Djalil menyampaikan rencana kenaikan harga BBM sebelum akhir tahun. Menteri ESDM Sudirman Said menegaskan bahwa Jokowi menaikkan harga BBM demi kesejahteraan rakyat. Ditambahkan bahwa subsidi BBM telah membuat rakyat malas. Begitu kata Menteri ESDM.
Para pengusaha pada umumnya mendukung rencana kenaikan harga BBM. Pengusaha besar, maksudnya. Saya pernah mendengar statement Sofyan Wanandi tentang hal ini: Lebih cepat lebih baik! Biasanya, media luput menanyakan pendapat para pelaku UKM dan koperasi. Jarang sekali kita dengar pendapat pelaku UKM dan koperasi di media tentang hal ini. Padahal, jumlah pelaku UKM dan koperasi sangat besar, meskipun penguasaan asetnya kecil.
Tentu saja tidak ada Pemerintah yang bercita-cita menyengsarakan rakyatnya. Tidak ada pula pemimpin yang tega melihat rakyat yang dipimpinnya menderita. Apalagi rakyat yang dipimpinnya itu sebagian besar baru saja mengantarkannya ke Istana. Sama halnya tidak ada rakyat yang ingin dipimpin oleh orang yang membuat kesukaran hidup. Tidak ada juga rakyat yang mencita-citakan tambah menderita karena memilih pemimpin baru.
Tidak ada partai yang ingin para pendukungnya terkena kebijakan yang menyulitkan hidup. Lewat fraksinya di DPR partai pasti menyatakan memperjuangkan kepentingan rakyat. Minimal kepentingan pendukungnya. Nah, terhadap isu kenaikan harga BBM bersubsidi biasanya ada fraksi yang memahami dan ada yang menolak. Soalnya adalah, mengapa bersikap bisa memahami alias mendukung dan mengapa menolak? Lebih ditentukan oleh sikap ideologis, platform politik, atau posisi politik?
Ambil contoh bagaimana sikap F-PDI Perjuangan terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah? Kita tahu, F PDI-P adalah fraksi yang sangat keras mengkritik kebijakan menaikkan harga BBM pada zaman SBY. Bahkan selalu menyarankan cara-cara lain yang kreatif untuk meningkatkan fiskal. Lalu, bagaimana sikap Fraksi Demokrat yang sekarang menyebut diri sebagai penyeimbang di DPR? Apakah setuju dengan rencana kenaikan harga BBM sebagaimana pada masa pemerintahan SBY? Bagaimana pula sikap Fraksi Golkar yang sekarang berada di barisan KMP yang merupakan oposisi pemerintah? Apakah tetap bisa memahami dan mendukung rencana kenaikan BBM oleh pemerintah? Pertanyaan-pertanyaan bisa ditambahkan kepada fraksi-fraksi yang lain, meskipun dalam konteks yang berbeda-beda?
Kalau Pak JK dari dulu memang setuju kenaikan harga BBM bersubsidi. Bahkan berada di depan. Apa yang menjadi sikap fraksi/partai akan dicermati, terkait dengan isu membela kepentingan rakyat. Apakah sikap itu ditentukan oleh ideologi, atau posisi politik sesaat? Kita tunggu saja.
Semoga sikap-sikap kita bukanlah tiba di mata dipejamkan, tiba di perut dikempiskan. Semoga Allah selalu meridhoi kita.
Catatan: Tulisan ini disusun berdasarkan kultwit @anasurbaningrum yang di-posting Tim Admin berdasarkan tulisan tangan Mas Anas yang dititipkan ke Penasihat Hukum tadi siang.